Kamis, 12 September 2013

Kemana quick count kita kapten??

Seminggu sudah Pilgubri berlangsung, sunyi tanpa kabar berita tentang siapa pasangan yang menang di quick count. Kami pun sebagai mahasiswa yang kurang cerdas dan tak punya hak suara ini bertanya kesana kemari tentang siapa yang menang dan satu pun tak ada jawaban pasti. Setiap calon mengatakan bahwa mereka menang.

haha... sangat aneh, ketika setiap kandidat mengklaim bahwa pasangan mereka lah yang menang padahal pencoblosan sudah di laksanakan selama sepekan. Sampai sekarang tak ada yang bisa menjawab pertanyaan saya, "mengapa tidak ada quick count??". bermacam jawaban yang tidak masuk akal muncul. diantaranya yaitu Riau tak memiliki cukup dana untuk membayar lembaga survey.

wah wah.. ternyata kita jauh tertinggal sama SumSel yak, mereka aja bisa mengadakan quick count bahkan untuk putaran kedua. Miris sekali ketika kami mahasiswa yang tak punya kesempatan untuk pulang kampung mengambil hak kami sebagai penduduk Riau yang baik, berharap ada quick count di salah satu stasiun televisi dan kami bisa memantau siapa calon pemimpin kami 5 tahun kedepan.

Setelah keliling lingkungan kampus ku, mencari TPS yang bisa menerima kami. Ternyata hak kami memang tidak bisa kami gunakan. hanya yang pulang kampung saja yang bisa mencoblos dan menentukan nasib Riau ke depan nya. Kenapa hak kami di cabut?? apa kami memang belum pantas menentukan nasib daerah kami?? atau kami para pelajar yang keluar dari kota kami dianggap sudah tidak ada lagi??

Haruskah kami pulang 1 hari hanya untuk mencoblos? sedangkan tak semua mahasiswa yang memiliki uang untuk pulang. udaah cukup lah bicara tentang hak suara kami..\

Kembali ke masalah Quick count tadi, jika alasannya hanya Riau tak punya uang untuk membayar lembaga survey,  kemana dana yang sudah di anggarkan untuk Pemilukada ini?? atau kita sudah salah buat anggaran??

Di dalam otak saya yang tak cerdas ini terlintas sebuah statement bahwa ada salah satu pasangan calon yang memonopoli ini semua. Ini bertujuan agar tidak ada yang tahu pasti persentase kemenangan satu pasang calon. Dengan harapan ketika Kelompok Penerima Uang telah selesai menghitung keseluruhan suara yang telah di kumpulkan, pasangan yang mendapat persentase tertinggi namun belum mencapai 30% bisa segera mengurusnya dengan beberapa kesepakatan. Hingga di dapat lah hasil yang sesuai dengan harapan sang manuver politik itu. :)

Namun apalah arti sebuah statement dari insan yang belum tahu apa-apa ini, kami hanya bisa berandai-andai dan sok pandai.

Senin, 02 September 2013

Cagub dan Cawagub tak ingat kami

Pesta demokrasi Riau akan segera di selenggarakan, semua sudut telah siap tempur menghadapi hari bersejarah itu. Pak RT dan Pak RW pun sibuk membagikan kartu pemilih sambil mengingatkan kepada warga nya "Pilihlah yang terbaik".

Cagub dan Cawagub sedang sibuk menyelesaikan kampanye terakhirnya, menyampaikan 1001 janji dan di susul dengan kata InsyaAllah (wah wah, sholeh smua). Mengadakan kampanye besar-besaran secara bersamaan namun di tempat yang berjauhan. Tak sabar ingin mengakhiri masa pertempuran, calon pemimpin Riau ini dengan semangat dan ide brilian. Tampil dengan ciri khas masing-masing, ada yang sibuk keliling, ada yang sibuk packing, ada yang sibuk talking, mungkin ada juga yang lagi baring.

Berbeda dengan semangat kami mahasiswa perikanan, semenjak debat kandidat beberapa waktu yang lalu, kami merasa hilang harapan kepada semua kandidat. Kami merasa tidak di pikirkan, atau kami memang tak penting?

Berbicara tentang visi misi kandidat pada saat debat, tidak ada satu pasang calon pun yang menyinggung tentang Sektor Perikanan di Riau. Inilah yang menyebabkan mahasiswa perikanan merasa tersinggung. Kami merasa tidak mendapat tempat untuk 5 tahun kedepan. Bukan menuntut perhatian, tapi memang kami tak di perdulikan.

Riau adalah Sebuah provinsi yang memiliki potensi perikanan yang cukup mengenyangkan, di setiap kabupaten/ kota pasti ada perairan. Bengkalis Kota Terubuk, tapi masyarakat bengkalis tak punya kesempatan menikmati nya, Terubuk hanya tinggal nama. Rohil yang memang sangat terkenal dengan hasil laut nya, tak ada juga wacana untuk mengembangkannya. Begitu juga dengan Dumai yang memiliki kawasan perikanan tangkap statis yang baru mau dibangun oleh masyarakat. Kampar yang memiliki Minapolitan Patin. Dan beberapa potensi perairan lainnya.

Apakah tidak ada yang ingin melihat kami masyarakat perikanan ( Nelayan, Petani ikan, dan Mahasiswa Perikanan) tersenyum lepas? apakah kami tidak boleh ikut merasakan Pesta kemenangan Gubernur baru nantinya? ataukah profesi kami sebagai masyarakat perikanan tidak begitu penting dalam pembangunan Riau ini??

Siapa yang memikirkan kami? siapakah pilihan kami? atau kami memang tak punya pilihan?

Demokrasi Pancasila, Dualisme Sistem

Mengenai kata Demokrasi, telah muncul berbagai macam statement yang bagus, aneh, lucu, dan tentu nya sangat menarik untuk di bahas.

Beberapa bulan yang lalu tepat nya saat saya semester 4, saya baru menyadari apa sebenarnya makna Demokrasi. Kata yang sangat populer di kalangan pejabat dan mahasiswa ini membuat saya mengumpulkan beberapa buku tentangnya. Menguak makna kata itu secara otodidak, mencoba mengerti penggalan kata nya.

Muncul sebuah statement dari seorang tokoh pengamat politik di Universitas tempat saya kuliah, beliau mengatakan bahwa "Demokrasi Pancasila adalah dualisme yang saling frontal, inilah yang menyebabkan negara kita seperti tidak memiliki sistem". Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tokoh Pengamat Politik Kota Dumai, beliau mengatakan " Demokrasi bukanlah ciri khas bangsa kita, akan ada suatu zaman dimana Demokrasi kembali diruntuhkan".

2 pendapat ini yang menimbulkan rasa penasaran saya tentang sistem apakah yang harus di tanamkan dalam bangsa ini. Beberapa buku yang saya baca, ada yang mengatakan bahwa Demokrasi adalah bentuk kemajuan berpikir suatu peradaban. Demokrasi adalah cerminan kebebasan berpendapat seluruh Rakyat. Demokrasi adalah kedewasaan suatu negara dalam menentukan masa depan nya. Di dalam sistem Demokrasi, Kekuasaan tertinggi ada di tangan Rakyat.

Memahami pendapat dalam beberapa buku ini, saya bisa memunculkan sebuah pendapat bahwa Demokrasi yang kita anut adalah sistem yang gagal.  Mengapa saya berpendapat demikian? jawabannya sangat simple, tak perlu ribet-ribet memikirkannya. Apakah sistem demokrasi yang di jalankan Indonesia membebaskan Seluruh rakyat untuk berpendapat? Apa benar kekuasaan tertinggi ada di tangan Rakyat? bukan di tangan presiden? atau anggota DPR? atau Mungkin "Uang"? Hahaha... inilah galau nya bangsa kita. Kekuasaan tertinggi nya ga jelas, tergantung siapa yang bisa menyuntikkan dana paling besar.

Ada beberapa buku lagi menyebutkan bahwa Sistem pemerintahan yang paling pantas untuk Indonesia adalah Musyawarah Mufakat. Secara Historistis, memang benar Indonesia lahir berdasarkan Perjuangan bersama seluruh Rakyat Indonesia. Setiap keputusan di ambil berdasarkan hasil musyawarah. Bahkan di dalam Sila ke 4,  "Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perMusyawaratan/perwakilan". sangat jelas sekali bahwa Pancasila merupakan sistem Musyawarah Mufakat yang pernah di perjuangkan Oleh Pak Harto beberapa tahun yang lalu.

Namun, apakah benar sistem ini merupakan sistem yang terbaik untuk mengatur bangsa kita? bukankah dengan sistem perwakilan seperti ini, para pemilik saham akan lebih ringan mengeluarkan biaya untuk menguasai negeri ini? tidak perlu lagi menaburi beras untuk anak ayam, cukup memberi 1 genggam untuk induk maka anak akan bisa di takluk kan.

Setelah mempelajari kasus ini, maka saya menjadi lebih bingung. Sistem apakah yang tepat untuk bangsa kita ini. Bagaimana menghentikan sistem dualisme bangsa kita ini. Karena suatu hal yang di jalankan dengan dualisme sistem tidak akan pernah mulus.

Semoga akan muncul suatu generasi yang bisa memperbaiki pembodohan dan penyimpangan ini, hingga Indonesia kembali pada kejayaan nya. :)